Hey,
my name is bramantya, im 18y.o, and im from bali but now I live in Jogja.
Its
been a while since the last time I wrote another diary for this blog. Banyak
hal sudah terjadi. Contoh gampangnya, gue bukan lagi anak sekolahan. Melainkan
anak ‘coolyeah’ (dibaca : kuliah).
Special thanks to @pradita.dewi yang
udah ngebantu gue dalam bentuk masukan dan mengaspirasikan apa keluhannya
hingga terbentuklah article ini! ENJOY!
Soo…
why baru sekarang? Pertama, karena gue sibuk banget ngurusin tes masuk perguruan
tinggi, pendaftaran ulang, sampe pindah region untuk melanjutkan studi gue.
Kedua, karena ini menurut gue momen yang tepat. Why? (again) yall guys know
about berita yang lagi hangat-hangatnya ditengah masyarakat Indonesia sekarang,
Yup! Gisel dan Gading ber-ce-rai.
DISCLAIMER!
in this diary I will not talk about why they commit to split up, but gue disini
akan bahas mengenai GEMPITA yang lucu parah. Sekitar seharian ini gue baca
postingan di instagram about masalah ini dan kebanyakan dari netizen kasian
dengan Gempi. Mereka takut gempi merasakan pressure yang tidak seharusnya
didapat oleh anak sekecil dia. Soo sesuai judul yang sudah kalian baca, i wanna
talk about “Broken Home, Broken Kids?” Without further ado, lets talk about it!
You
know what is broken home? Easily, broken home is when ur parents commit to
split up and choose their own path no matter what the reason. Maybe they tell
you the reason, or maybe not.
And
in every broken home, there must be a victim, kids example. Some people might
say “every broken home there must be a broken kids” I am 100% disagree about
that! Not in every broken home had a broken kids. Apasih arti dari broken kids?
Menurut artikel yang gue baca, Broken kids adalah salah satu korban dari broken
home yang melampiaskan stress mereka ke kegiatan negative. Yaa, hampir setiap
korban dari broken home pasti mengalami stress, dan pelampiasannya pun ada 2
macam yaitu positive dan negative.
Question number 1 : why there are
so many broken home kids tend to run toward the negative things?
It’s
a lot of factor yang mempengaruhi broken home kids melampiaskan stress mereka
ke arah negative. Factor utamanya adalah Orang tua. Kenapa gue bisa bilang
orang tua? Orang tua yang commit to split up Pasti
diawali dengan pertengkaran, perkelahian, dan itulah yang membuat anak merasa
risih, terganggu dan akhirnya mereka keluar dari rumah untuk mencari kesenangan.
Belum lagi ada tekanan mental seperti orang tua memperebutkan hak asuh anak,
men-tentor anak dengan kata-kata yang menusuk, Pengaruh dari kakek nenek kedua
pihak dan sejenisnya. That’s why orang tua adalah main factor dari broken kids
Factor
lainnya adalah teman. Yap, teman merupakan salah satu bagian penting hidup
kita, dimana kita bisa mengekspresikan kebahagiaan, kekesalan, dan sejenisnya
dengan cerita. And the problem is, kebanyakan broken home kids malu untuk
bercerita apa yang terjadi di keluarga mereka. Mungkin takut untuk di jauhi, di
underestimate, dan sejenisnya. Dan yang lebih parahnya, beberapa anak broken
home tidak mempunyai teman cerita. Dengan mereka tidak punya teman bercerita
atau malu untuk bercerita, mereka memendam tekanan yang diberikan orang tua dan
akhirnya melampiaskan ke arah negative.
Question number 2 : What should
we do to prevent negative things?
Untuk
orang tua, stop memberikan beban yang tidak seharusnya di pikul oleh anak. I
know kalian orang tua commit to split up dimulai dengan pertengkaran, kekerasan
dan sejenisnya tapi jangan tunjukan itu ketika kalian berada di depan anak, pretend
like everything is fine. Jangan pernah men-tentor anak dengan kata-kata kasar
ataupun memberikan contoh perlakuan yang tidak baik, karna itu kemungkinan
besar akan ditiru si anak. Tetap sayangi si anak, tetap support apapun (dalam
hal positif) yang di lakukan anak even
kalian sebagai orangtua sudah tidak bersama-sama lagi.
Untuk
si anak, sebenarnya sangatlah simple dengan jangan melampiaskan stress ke
negativity. Untuk sekedar saran aja, jangan dipendem sendiri, cari
teman/sahabat yang bisa diajak dan mau mendengar masalah masalah kalian. Pikir
kembali apa yang membuat kalian semangat untuk menjalani hidup tanpa stress.
Cari suatu kebahagiaan (dalam hal positif) yang bisa ngebuat kalian untuk
berjuang melawan stress dan beban dari orang tua kalian. Focus pada mimpi dan
cita-cita kalian sejak kecil. Misalkan, ga mungkin lah kalian cita-cita ingin
jadi pilot, akpol, akmil tapi cuman karna stress kalian jadi ngelakuin hal-hal
negative. Lampiaskan stress kalian ke arah yang positif. Contohnya olahraga,
tidur seharian (I guess), write down apa yang kalian rasakan, playing games
(inget waktu), nonton film, baca novel/komik, dan masih banyak lagi hal-hal
positif yang bisa kalian jadikan untuk melampiaskan stress.
Question number 3 : Kenapa gue
tau semua ini dan berani untuk membuat artikel ini?
Okay,
I’ll tell you the truth. Im Bramantya Krisnanta, 18y.o. and Im from Bali but
now I live in Jogja. My parents already split up for about 4 years ago, and now
I live with my dad. When I was 14 years old, my parents commit to split up and
for sure, I’ve got stressed out. Number one, because I have a lot of pressure
from my parents. And second, I don’t have anybody to tell my pressure. Got it?
#NoOffense!
Dan
kenapa membuat artikel ini? Cause I’m not alone. Gue tau masi banyak banget
orang korban dari broken home, dan menjadi korban broken home itu sangat tidak
enak. Gue juga sekalian mengaspirasikan apa yang dirasakan temen-temen gue yang
menjadi korban dari broken home.
Summary (?)
So the summary is menjadi korban dari broken home
sangatlah tidak enak. A lot of pressure, caci maki, dan masih banyak lagi
membuat korban which is itu si anak merasa risih, stress, dan akhirnya
memutuskan untuk mencari dunia mereka sendiri. Nggak ada salahnya mencari dunia
kalian sendiri, but don’t forget to stay in positive line. Jangan pernah kalian
melampiaskan stress kalian ke negativity karna itu akan menjadi malapetaka
untuk kalian sendiri. Gue disini ga bilang kalo kalian melampiaskan ke rokok,
minum alcohol, dan sejenisnya adalah hal negative. Itu balik lagi ke
masing-masing individu, bagaimana kalian merespon hal tersebut dan kalian yang
tau itu termasuk positive dan negative. But for me, that was totally Negative!
Untuk
para orang tua, janganlah memberikan pressure berlebihan kepada anak. Dan
jangan pernah memulai pertengkaran didepan anak-anak kalian karena itu akan
mempengaruhi sifat psikis anak. Kalian tidak tau apa saja yang ada dipikiran
anak kalian setelah kalian memberikan pressure dan contoh yang sangat tidak
mendidik. Pikirkan juga perasaan anak. Bagaimana jika kalian memiliki orang tua
yang mencontohkan hal-hal tidak mendidik kepada kalian? Apakah kalian tidak
risih? Think again.
Untuk
kalian yang baca ini dan memiliki pengalaman yang sama, I wanna say that YOU
ARE NOT ALONE! Dan gue berharap kalian bisa mengambil hikmah dari apa yang
article ini berikan kepada kalian.
Im
Bramantya Krisnanta
Have
a Nice day.
0 komentar:
Posting Komentar